Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Gender,,? Apa
yang akan kita bayangkan saat kata-kata gender terus-menerus ada dalam fikiran
kita termasuk juga sanubari hati yang para jejaka maupun ciwi-ciwi aktivis. Mungkin
ketika ditanya tentang permasalahan gender tidak mungkin mau mengalah begitu
saja ataupun pemikiran yang membuat saling penguatan atas bibit,bobot,bebetnya
dari aktivis adam dan aktivis hawa segitu sepertinya. Lalu apa para yang
menjadi tindakan yang harus dan bisa menjadi patokan atas pluralisme
keanekaragaman gender disekitar kita termasuk dalm lingkup eksak.
Gender sebuah
anggapan yang di terima sebagian besar masyarakat menyebut dengan bentuk
penggolongan jantan betina, kromosom x kromosom y, cowok cewek, wilayah
sensitif kelamin, dan terusinlah pokoknya yang berbau si ganteng dan si cantik.
Namun apakah yang menjadi titik temu antara gender dengan seks,,? Apakah seks
itu tentang perkelaminan dan gender itu semua bisa jadi cowok dan semua bisa jadi
cewek kayaknya seperti itu (berarti gender kayak spesies hemaprodit punya dua
kelamin dan bisa gonti-ganti jadi kelamin apa yang diinginkan). Kemudian apakah
semudah itu mengatakan gender dan seks masihkah ada persektif tentang gender.
Kembali
membahas tentang gender, lagi-lagi gender mnjadi perdebatan pendapat mengenai
pemaknaan gender. Akankah gender sebuah pembicaraan tengan emansipasi wanita
yang cetuskan sang srikandi bangsa ibu kita R.A KARTINI, atau seperti gerakan
wanita lasmi pada era G30 PKI yang merebutkan hak-hak para buyut-buyut wanita
kita terhadap segala penindasannya, atau gerakan kaum sosialita yang katanya
kekinian dengan barang pribadi atas kemewahannya. Lantas, bagaimana dengan
memaknai gender apakah ketimpangan gender ataukah kesetaraan gender,,? Kemudian
akankah, posisi gender sebagai pro golongan feminis ataukah mementingkan
golongan maskulin ataukan sebagai penyetara atas keduanya,,?
Secara simple
prinsip gender merupakan suatu bentuk kelamin sosial dimana peran gender bukan
sebagai pembatas antara sisi cowok dan cewek. Namun, selama ini gender selalu
di pandang oleh masyarakat sebagai
perwujudan istilah biologis (seksualitas) sehingga, gender terlihat pembelaan
atas eksitensi gerakan wanita atau gerakan perintis pembebasan. Dari situ,
sebagai bentuk kesetaraan gender memberikan hak serta kewajiban sebagai pribadi
diri gender yang adil dan beradab yang seharusnya dapat memposisikan diri
sebagai sederajat namun belum tentu satu tingkat yang sama ketika terjadi suatu
permasalahan.
Lantas, apa
yang menjadi reaksi kita demi terciptanya pribadi peka gender,,? Apa hanya
resapan dan renungan semata dan kemudian hilang tanpa pesan dan tindakan atas
kepahaman gender. Maka, perlu adanya penerapan studi kasus kesepahaman mengenai
tindakan keetaraan gender. Contoh kasus sederhana semisal ketika kita sholat
atau ritual beragama selalu para pria menjadi imam atau sebagai arti pimpinan
karna memang, secara fiqh syarat menjadi imam di masjid pria yang diutamakan
selama masih ada pria didalamnya. Kemudian, dari pihak wanita pun memiliki
beberapa yang secara syari’at ada beberapa hal yang dimana wanita tidak
diperbolehkan atas sebab tertentu untuk sholat atau dianjurkan melakukan udzur.
Selanjutnya, dari sisi kehati-hatian para ulama’ untuk jangan sampai untuk
menimbulkan syahwat yang dapat mengganggu kekhusu’an sholat jika, situasi yang
menjadi imam atau yang berada di syaf depan wanita. Begitulah, cara pandang
gender yang jangan hanya sebagai tektualitas yang menjadi konsumsi mentah namun
cara pandang yang harus berkonstektualitas untuk memahami konteks esensi yang
di berikan.
Setelah
itu,dengan aktivis eksakta,,bagaimana hubungan antara para mujahid di lingkup
eksakta. Eksakta yang di inisialkan sebagai bagian dari lingkup pelajar ataupun
mahasiswa yang mempunyai kedisplinan tinggi tentang kajian ilmu yang fakultatif
saintis. Eksak merupakan kajian ilmu yang pemahaman ke sumber laboratorium,
bilangan, bidang ilmu empirisme bahkan,sulit rasanya memilih dan memilah
bagaimana hal sosial di terima dalam lingkup fakultatif. Masih relevankah
ketika membicarakan sikap organisatoris dan saintis apalagi membahas tentang
gender,kontruksi sosial, kesepahaman kolerasi gender dalam memahami di lingkup
gender,,? Apa ini malah justru menjadi penyebab skeptisme dalam sublimasi
sosial dan eksakta,?
Apa itu
skeptisme,,? Skeptisme adalah kondisi dan situasi deskriminasi bagian dalam
berorganisasi baik secara verbal maupun tindakan. Hal ini tentu sangat
berhubungan dengan gender eksakta berorganisasi. Permasalahan mulai dari
lingkup yang seakan sebuah pilihan antara akademik dengan rasa kedisplinan yang
tinggi dimili oleh akademisi atau jiwa para aktivis yang memiliki penunjang
kajian politik, sosial,kognisi, leadership dst. Lalu, lagi-lagi membahas
tentang skeptisme gender antar sesama bagian komponen, pria dengan yang wanita,
vokal sama yang pendiam,aktif atau yang sedikit pasif dsb, harusnya memperoleh
hak-hak sama dalam menyampaikan pendapat,terutama dalam bantang bintang tubuh
PMII. Inilah menjadi pertanyaan besar dan PR yang harusnya di jadikan proses
penyelesaian menciptakan kondisi organisasi tanpa skeptis seperti apa,,?
Sekarang, PMII
masihkah merenungi hal sedetail tersebut mengenai gender apalagi bukanlah hanya
sebuah kelamin semata. Namun, harus dinilai konstruksi sosial yang diselaraskan
dengan pengembangan skill dan penberdayagunaan sumber-sumber citradiri berPMII
yang ideal. Dengan hadirnya permasalahan ini, seharusnya membuat formulasi
ulang tentang sistem kaderisasi kekinian tanpa mengesampingkan gender yang
bukan sekedar mencari stickholders namun menumbuhkan jiwa realisasi aktivis
PMII berulul albab atas segenap organ-organ dalam garis struktural maupun
kultural sehingga terbentuknya aktivis eksakta kekinian.
Apakah dengan
kemajuan zaman serta berPMII yang arah gerakan seakan abstraks terlihat adanya patkriatisme
selalu menghantui dalam diri PMII dengan
melihat kondisi kader pria lebih aktif di bandingkan kader wanita. sebelumnya
apa patkriatisme,,? Patkriatisme adalah kondisi dimana dalam berorganisasi yang
selalu menjadi keunggulan dari kaum pria. Dengan kondisi semacam hal ini,
bagaimana posisi KOPRI yang membawahi secara mulai rayon sampai PB struktural
kepengurusan PMII yang melayani kader putri yang seharusnya mendapat persamaan
persepsi menyuarakan aspirasi serta eksitensi diri sahabati dalam nuansa
berbasis keputrian.
Terakhir,
jadilah pribadi PMII yang bukan hanya mengenal sebuah tektualitas namun pahami
kontektualitas, jadilah gender yang bukan hanya eksistensi namun pahami esensi,
jadilah gender bukan hanya secara radikal namun pahami secara plural, dan
jadikan gender sebagai tindakan untuk kontribusi bukan untuk ajang
mengadili,menghakimi,ataupun berkonspirasi.
Wallahu muafiq
ila aqwamith thoriq
Assalaamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar